Pages

Subscribe:

Kamis, 09 Desember 2010

FLEKSIBILITAS AL-QURAN

FLEKSIBILITAS AL-QURAN

Al-Quran menempati kedudukn yang tinggi di dalam golongan agama yang besar di dunia dan membawa peradaban yang belum pernah diihasilkan oleh yang lain, yakni peradaban yang tinggi dan perubahan hidup manusia. Al-Quran yang menggerakkan bangssa Arab dari yang gelap gulita menjadi suatu bangsa yang gagah berani serta membawa Islam kepad suatu bangsa yang majju dan beradab.
Al-Quran menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca. Al-Quran adalam masdar yang diartikan isim maf’ul, yaitu maqru’ atau yang dibaca. Sedangkan menurut istilah al-Quran dapat diartikan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang bisa mengalahkan musuh hannya dengan satu ayat saja, dan mendapatkan pahala dengan membacanya.
Pengertian ini mengecualikan, pertama, kitab-kitab yang diturunkan Allah Swt. kepada selain Nabi Muhammad Saw. Seperti Nabi Daud dengan kitab Zabur, Nabi Musa dengan kitab Taurat, dan Nabi Isa dengan kitab Injil. Kedua, hadis Qudsi, walaupun sama-sama diturunkan kepada Nabi Muhammad tetapi tidak bisa mengalah musuh dari segi tata bahasanya. Ketiga, ayat yang dimansukh bacaannya seperti dalam ayat rajm, jikalaupun ayat ini dibaca tidak ada pahalanya.
Syari’at Islam yang bersifat universal dan abadi itu memiliki hukum-hukum dan undang-undang yang diperlukan manusia, guna mengatur seggala urusan manusia. Sebagai ajaran yang universal, ia dapat seirama dengan pergolakan hidup manusia dan terus dapat menyertai kehidupan, sehingga intisari dari syari’at Islam, termasuk di dalamnya hukum Islam, adalah untuk memelihara manusia dan kemuliaanya serta menjauhkan segala yang menyebabkan terganggunya kemuliaanya manusia.
Syari’at Islam tersebut bersumber dari al-Quran dan al-Sunnah. Sumber dari yang Maha Mengetahui dari yang sudah, sedang dan akan terjadi, sehingga wajar kalau al-Quran dalam sejarah pemikiran hukum Islam selalu dipandang sebagai kitab suci yang berisi perundang-undangan.
Pengertian sumber secara etimologi berarti asal dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu. Adapun secara terminologi, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu berupa al-Quran dan al-Sunnah.
Adapun isi kandungan al-Quran mencakup 7 permasalahan ( al-sab’ah al-matsani), yaitu, pertama, masalah keimanan. Tegasnya, hukum-hukum yang menjadi pemisah antara mukmin dan kafir. Hukum-hukum inilah yang akan dibahas oleh para ulama mutakallimin. Kedua, masalah amaliah, pada ranah ini ada dua macam yaitu, ibadah dan muamalat. Ibadah ialah segala hukum yang disyari’atkan untuk mengatur hubungan hamba dengan tuhannya. Muamalah ialah segala sesuatu yang disyari’atkan untuk menyusun dan mengatur hubungan manusia satu dengan lainnya. Ketiga dan keempat, menerangkan masalah perbuatan baik dan buruk, atau dapat dikatakan dengan masalah sosiologi dan etika. Kelima dan keenam, wa’ad dan wa’id, atau masalah janji dan ancaman. Ketujuh, berisikan kisah-kisah umat terdahulu untuk menjadikan contoh bagi kita bagaimana Allah telah memilih umat Muhammad Saw. sebagai umat yang tinggi derajatnya dibanding umat terdahulu.
Menurut Prof. Hasby ash-Shiddieqy, hukum Islam merupakan kumpulan aturan keagamaan yang mengatur prilaku kehidupan kaum muslimin dalam keseluruhan aspeknya, baik yang bersifat individual maupun kolektif. Karena karakteristik yang serba mencakup ini hukum Islam menempati posisi penting dalam pandangan umat islam.
Selain itu dalam hubungan al-Quran menerangkan hukum, para ulama usul fiqh menyatakan bahwa hukum-hukum global dan umum yang dikandung dalam al-Quran telah memberikan kaidah-kaidah, kriteria-kriteria umum, dan dasar-dasar yang penting dalam pengembangan hukum Islam karena suatu undang-undang tiddak harus bersifat sikat, padat, tetapi juga fleksibel. Apabila al-Quran menurunkan pelaturan secara rinci, maka menurut ahli usul fiqh justru akan membuat al-Quran itu bersifat terbatas dan tidak bisa mengayomi perkembangan dan kemajuan umat manusia. Oleh karena itu, kaidah-kaidah dan kriteria-kriteria umum yang diungkapkan oleh al-Quran menjadi penting artinya dalam mengantisipasi perkembangan dan kemajuan umat manusia disegala tempat dan zaman. Berkaitan dengan ini, para ahli usul fiqh menyatakan bahwa kesempurnaan al-Quran itu dapat dirangkum dalam tiga hal berikut.
  1. Teks-teks rinci (Juz’i) yang dikandung dalam al-Quran. Teks ini mengandunng kaidah dan hukum yang jelas terhadap sesuatu.
  2. Teks-teks global (kulli) yang mengandung berbagai kaidah dan kriteria umum ajaran-ajaran al-Quran. Dalam hal ini, al-Quran menyerahkan sepenuhnya kepada para ulama untuk memahaminya sesuai tujuan-tujuan yang dikehendaki syara’, seta sejalan dengan kemaslahatan umat manusia disegala tempat dan zaman.
  3. Memberikan peluang kepada sumber-sumber hukum Islam lainnya untuk menjawab persoalan kekinian mellui berbagai metode yang diikembangkan para ulama, sepertisunnah Rosul, Ijma’, Qias, dll. Semua metode ini telah diterangkan dalam al-Quran.
Dari ketiga unsur ini, maka seluruh permasalahan hukum dapat dijawab dengan bertitik tolak pada hukum rinci dan kaidah-kaidah umum al-Quran itu sendiri. Disinilah, menurut ulama usul fiqh letak kesempurnaan al-Quran bagi umat manusia.
Al-Quran sebagai sumber perundang-undangan, sebagian besar adalah berisikan muamalah, hukum yang mengatur hubungan antara manusia. Ini menandakan bahwa al-Quran sebagai sumber hukum Islam tidak melulu menerangkan masalah hubungan individu dengan tuhannya. Ini yang menjadi permasalahan pada masa ini. Justru dari disinilah, Islam bisa dikatakan rahmatal lil’alamin, dengan tidak mengenyampingkan hubungan dengan sesama.
Kemunduran islam bukan akibat gempuran dari pihak eksternal (non muslim), melainkan dari internal (muslim) sendiri, karena kita menyakini bahwa al-Islam yu’la wa la yu’la ‘alaih ( Islam itu agama yang kuat dan tidak ada agama lain yang dapat mengalahkan). Ini sudah terbukti dengan opini-opini dari agama lain yang mengatakan bahwa agama Islam agama teroris dan bukan agama yang humanis.
Dari opini diatas kita dapat memprotect dengan dua asumsi, pertama, tidak memungkiri bahwa dua sesuatu yang berbeda dan sama-sama ingin mencari pengaruh, maka saling menjatuhkan pun dilakukan. Begitu pula pada kasus ini. Kedua, adanya pernyataan diatas, kita sebagai kaum muslim tidak tinggal diam. Terus apa yang kita lakukan? Dengan belajar memahami al-Quran secara mendalam itu langgah yang harus kita tempuh dan menerapkan dalam kehidupan.
Yang menjadi ironi pada masa ini adalah pemahaman al-Quran secara setengah-setengah. Dengan demikian banyak yang tidak bisa mengaplikasikanya dalam dunia yang serba homogen ini. Semua aturan dalam hubunganya dengan tetap terjaganya kedamian dunia sudah diatur dalam al-Quran. Tinggal manusianya mampukah dia memahami al-Quran secara mendalam apa tidak?
Keluwesan (fleksibilitas) al-Quran sebagai sumber hukum memang tidak ada tandingnya. Dengan fleksbilitas al-Quran maka ia bisa menyesuaikan tempat dan waktu, tinggal manusianya bisa mengolah isi kandungan dalam al-Quran apa tidak. Untuk memahami semua itu dibutuhkan ilmu-ilmu yang berkompeten di dalamnya, seperti ilmu nahwu, shorof, balagoh, usul fiqh, dll. Orang-orang yang paham akan disiplin ilmu-ilmu tersebut mereka mudah memahami isi kandungan al-Quran. Bagi mereka yang paham akan isi kandungan al-Quran menghadapi kehidupan yang serba koplek akan terasa enjoi, penuh rasa kedamian dan ketentraman, dan tidak ada kegamangan. Rasa ini yang meraka inginkan pada masa sekarang.