Pages

Subscribe:

Rabu, 18 Mei 2011

Muhasabah

Muhasabah
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”(QS. Ar-Ruum. 41)
Semakin hari musibah dan cobaan silih berganti. Adanya tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, mahalnya bahan pokok, sulitnya mencari lapangan pekerjaan dan sebagainya, itu yang kita rasakan dan alami pada saat ini. Kita selaku hamba meyakini semua itu dari-Nya. Tidak ada yang biasa menghindar dari apa yang telah digariskannya.
Allah swt. menurunkan musibah seperti di atas pasti ada sebab dan hikmah dibalik semua itu. Tapi yang paling penting dari semua itu, apakah kita sadar akan semua itu? Dan apa tujuan Allah menciptakan manusia dan jin?. Itu yang harus kita ingat, ketahui dan kita resapi.
Allah swt. adalah Dzat yang paling menghargai dari apa yang telah diperbuat hamba-Nya. Semua tidak lepas dari pengawasan-Nya. Dia Dzat Yang Bijaksana dan tidak mendlolimi hasil karyanya sendiri. Begitu pula dengan adanya musibah dan cobaan yang Ia turunkan ke muka bumi ini. Semua itu ulah dari makluk yang menghuni bumi ini, terutama manusia. Sesuai sabda-Nya dalam kitab suci al-Quran Surat ar-Ruum ayat 41.
Pada ayat tersebut sudah nampak jelas dengan menggunakan redaksi dhahara. Lafal dhahara berarti “jelas” atau “nampak”, dan menurut ilmu shorof lafal tersebut berbentuk (shighot) fi’il madhi yang mempunyai arti “telah” atau “sudah”, terus disambung dengat faai’l (subjek dalam bahasa Indonesia) yan berupa al-fasaadu, disini terdapat al yang berfaedah li al-jinsi yang berarti “seluruh”. Jadi kalau digabung artinya menjadi “telah nampak seluruh kerusakan di daratan dan lautan…..”. Berarti tidak dapat dipungkiri bahwa kerusakan yang ada pada bumi ini disebabkan akan ualah para manusia.
Mereka lupa akan jati diri sebenarnya sebagai hamba, yang harus menjaga keharmonisannya dengan Sang Kholik dan menjalin hubungan sesama dengan seimbang. Dengan melalaikan perintahnya dan menjalankan apa yang telah Ia larang. Kemaksiatan merajalela, ketamakan penguasa, keserakahan para pengusaha, kegabahan golongan bawah, dan sebagainya itu contoh dari sedikit akibat kerusakan di alam ini.
Kemaksiatan bertabur disana sini, pembunuhan, perzinahan, pertengkaran telah mewarnai pemberitaan sehari-hari. Penguasa yang sedikit melailaikan amanah yang telah dipercayakan kepadanya. Pengusaha yang begitu asik mencari keuntungan diri dan golongan, mengenyampingkan orang-orang yang dalam garis kemiskinan. Kurang sabarnya golongan bawah dalam menjalani kesulitan hidup.
Pada hal sudah jelas kalau pondasi keberhasilan suatu bangsa itu bertumpu pada 4 (empat) golongan:
pertama, tokoh agama (ulama’) yang selalu member nasihat. Tokoh agama dalam masalah ini tidak tinggal diam, mereka harus selalu mengontrol para umatnya dan selalu mengarahkan dan membimbingnya pada jalan yang benar. Nasihat-nasihat mereka yang sekarang dibutuhkan masyarakat.
Kedua, pemimpin yang amanah, tidak semua orang bisa menjadi pemimpin. Pemimpin adalah orang yang telah masyarakat pilih untuk mengatur keberlangsungan hidup. Mereka yang terpilih menjadi pemimpin tidak mudah melaksanakan apa yang telah masyarakat amanahkan. Tangung jawabnya besar sekali karena menyangkut orang banyak dan setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah swt.
Ketiga, pengusaha yang peduli akan nasib orang-orang di bawahnya. Pengusaha adalah penyokong ekonomi masyarakat. Jika ia akan lupa pada orang yang ada dibawahnya, mementingkan pribadi dan golongan, maka itu permulaan dari akan hancurnya dirinya. Ia sukses dan berasil dari usahnya bukan dari usahanya sendiri, tapi ada peran andil dari orang-orang di bawahnya. Mereka adalah ujung tombak dari suatu usaha. Jika ia dilalaikan dan di abaikan hak-haknya, maka tunggulah kehancuran.
Keempat, arus bawah (fakir miskin) yang selalu sabar dan berdoa. Mereka ini kunci akhir dari keberhasilan suatu bangsa. Dengan keterbatasan, mereka mudah ingat dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Jumlah mereka ini terlalu banyak. Doa mereka dikabulkan. Maka dari itu, para pemimpin dan semua yang diatas jagan sampai hati mereka tersakiti dan dikecewakan. Mereka telah menerima apa yang sudah menjadi takdirnya.
Kompromi keempat komponen ini jika dikemas dengan apik, dengan mengetahui posisinya dan menjalnkan tugasnya masing-masing, maka akan tercapai keseimbangan. Yang bisa menjadikan baldatun thoyibatun wa rabbun ghofuur yang dapat meredam musibah yang Allah swt. turunkan. Karena mereka sejatinya berada dalam jalan-Nya.
Wahai kaum muslimin khususnya dan para insan semua pada umumnya, mari kita intropeksi diri pada sesuatu yang telah kita perbuat, dan selalu menjadikan hari-hari berikut lebih baik dari pada hari-hari yang telah lewat. Masih banyak kesempatan dan waktu untuk memperbaiki semua itu. Kita eratkan tali persaudaraan kita di jalan yang diridloi Allah.
Kita selaku orang muslim menyakini bahwa Allah menurunkan semua itu (musibah) pasti ada hikmahnya yang dapat kita ambil manfaatnya nanti. Jadikanlah kejadian tersebut bukti cintanya Allah kepada hamba-Nya. Jagan jadikan cobaan tersebut siksaan yang pedih. Adapun hikmah dari itu semua adalah sebagai.


1) Intropesi
Seseorang yang ingin berhasil pasti butuh yang namanya raport. Seperti itu pula kehidupan, sudah berhasil atau gagal kah kehidupan yang sudah ia jalani dalam berhubungan dengan Tuhannya? Untuk mengetahui itu seseorang harus tahu akibat dari apa yang telah ia lakukan, yaitu timbulnya cobaan. Cobaan ini adalah alat untuk mengintropeksi agar supaya sebagai belajaran dan tidak jatuh kedalam jurang yang sama, yaitu lupa akan Sang Pencipta.
Bagi mereka yang sadar akan kejadian ini, mereka segera bangkit dan memperbaikinya. Mereka bersungguh-sungguh dalam melanjutkan sisa umur mereka untuk menggapai kebahagiaan yang kekal dan abadi.

2) Peringatan
Bukti tanda Allah cinta kepada mahluknya adalah mencurankan perhatian yang penuh kepada mereka. Ar-Rahman tidak membiarkan makhluknya jatuh pada lembah kesesatan, tapi kadang yang diperhatikan tidak mengetahui atau tidak mau tahu.
Maka jadikanlah coban ini sebagai alat perekat kembali kepada Robbu al-izzah. Agar tidak terpuruk dalam penyesalan yang tidak ada artinya kelak. Sepedih-pedihnya cobaan sekarang ini lebih pedih cobaan yang akan datang (akhirat).

3) Pengukur ketebalan iman
Seberapa kuatan iman seseorang dapat diukur dengan seberapa besar dia akan sabar dan tabah menghadapi cobaan. Tidak sedikit orang yang tertimpa musibah atau cobaan menjadi gelap mata atau lupa akan Allah. Bagi yang sadar, cobaan dijadikan mereka sebagai sesuatu yang harus dihadapi bukan sebagai hambatan. Allah swt. tidak akan menurunkan cobaan melebihi kekuatan dari hamba-Nya. Ia Maha Tahu seberapa kekuatan dan apa yang baik bagi hamba-Nya.

Dengan mengetahui hakikat sebenarnya apa yang telah Allah gariskan, maka rasa tenang dan tentran akan wujud dalam diri seseorang. Ketenangan jiwa terwujud manakala kita meyakini sesuatu yang terjadi itu atas kehendak Allah. Di samping itu kita harus selalu mengontrol apa yang telah kita lakukan. Sudah sesuai apa belum dengan aturan atau syari’ah Islam.semoga musibah-musibah yang telah diturunkan menjadikan kita lebih dekat kepada Allah swt.